SAMO News - Amerika telah melakukan kelalaian, Senjata-senjata AS sering kali jatuh ke tangan musuh, khususnya ke kelompok al-Qaeda dan ISIS, atau pejuang lainya, dan belahan bumi lainya termasuk seperti GAM dan OPM didalam negeri. Selama 15 tahun terakhir, AS telah kehilangan sejumlah besar senjata dan peralatan militernya yang mereka kirimkan kepada sekutu-sekutunya di berbagai belahan dunia. Sayangnya, senjata-senjata itu justru sering kali jatuh ke tangan musuh, khususnya ke kelompok al-Qaeda dan ISIS. Melihat kenyataan ini, Bonnie Christian, seorang analis dari Defense Priorities, mengusulkan agar perdagangan senjata global yang dipimpin AS harus dibatasi demi menghentikan kekacauan di Timur Tengah.
"Dalam beberapa tahun terakhir, kita terus mendengar kabar mengenai bagaimana peralatan militer Amerika dapat jatuh ke tangan musuh," tulis Bonnie.
Sang analis mengingatkan bahwa pada Juni 2015 lalu, kelompok teroris ISIS menangkap sekitar ribuan mobil off-road Amerika Humvees senilai lebih dari satu triliun dolar AS. Kemudian pada September di tahun yang sama, oposisi moderat yang didukung Pentagon menyerahkan senjata dan peralatan militer kepada kaki tangan al-Qaeda.
Selain hal itu, beberapa peristiwa lain sempat menjadi sorotan media Amerika terkemuka. Seperti misalnya pada bulan lalu, The New York Times menulis bahwa dalam 15 tahun terakhir "ratusan ribu unit senjata yang dipasok ke Irak dan Afganistan lenyap". Pentagon sendiri juga mengabarkan bahwa hanya 25 persen dari total pemasokan yang diketahui keberadaannya.
"Sebagian besar senjata itu berada di pasar gelap di Timur Tengah yang kemudian banyak dibeli oleh kelompok militan ISIS," tulis Bonnie.
"Hingga saat ini, disfungsi tersebut terus berlanjut. Kita terus-menerus mempersenjatai musuh, terutama akibat buruknya sistem perhitungan senjata dan alat militer. Meski terdapat sejumlah bukti kelalaian pengiriman senjata yang berkontribusi pada berkembangnya kekacauan di beberapa wilayah, pemerintahan Obama terus mengirimkan senjata berkekuatan yang lebih besar untuk disebarkan di Timur Tengah," tulis Bonnie.
Dari sudut pandangnya, jika terus mengikuti skenario ini, sulit mengharapkan bahwa dalam waktu dekat siklus yang berbahaya tersebut dapat diputuskan, hal ini berdampak pada destabilitasi di Timur Tengah.
'Kelalaian' ini bukanlah hal yang baru, kata sang penulis melanjutkan. Pada 2014, sekitar 200 ribu unit senjata kecil yang merupakan 43 persen dari total pasokan AS ke Afganistan pada tahun itu salah dicatat dan dinyatakan hilang. Pada 2009, di atas tubuh sejumlah anggota kelompok Taliban yang tewas ditemukan senjata buatan Amerika. Kemudian pada 2007, terjadi 'kehilangan' sekitar 190 ribu unit senjata yang dipasok ke Irak.
Tags
# Berita Utama
Bagi Berita Ini
Baca Juga
SAMO News - Amerika telah melakukan kelalaian, Senjata-senjata AS sering kali jatuh ke tangan musuh, khususnya ke kelompok al-Qaeda dan ISIS, atau pejuang lainya, dan belahan bumi lainya termasuk seperti GAM dan OPM didalam negeri. Selama 15 tahun terakhir, AS telah kehilangan sejumlah besar senjata dan peralatan militernya yang mereka kirimkan kepada sekutu-sekutunya di berbagai belahan dunia. Sayangnya, senjata-senjata itu justru sering kali jatuh ke tangan musuh, khususnya ke kelompok al-Qaeda dan ISIS. Melihat kenyataan ini, Bonnie Christian, seorang analis dari Defense Priorities, mengusulkan agar perdagangan senjata global yang dipimpin AS harus dibatasi demi menghentikan kekacauan di Timur Tengah.
"Dalam beberapa tahun terakhir, kita terus mendengar kabar mengenai bagaimana peralatan militer Amerika dapat jatuh ke tangan musuh," tulis Bonnie.
Sang analis mengingatkan bahwa pada Juni 2015 lalu, kelompok teroris ISIS menangkap sekitar ribuan mobil off-road Amerika Humvees senilai lebih dari satu triliun dolar AS. Kemudian pada September di tahun yang sama, oposisi moderat yang didukung Pentagon menyerahkan senjata dan peralatan militer kepada kaki tangan al-Qaeda.
Selain hal itu, beberapa peristiwa lain sempat menjadi sorotan media Amerika terkemuka. Seperti misalnya pada bulan lalu, The New York Times menulis bahwa dalam 15 tahun terakhir "ratusan ribu unit senjata yang dipasok ke Irak dan Afganistan lenyap". Pentagon sendiri juga mengabarkan bahwa hanya 25 persen dari total pemasokan yang diketahui keberadaannya.
"Sebagian besar senjata itu berada di pasar gelap di Timur Tengah yang kemudian banyak dibeli oleh kelompok militan ISIS," tulis Bonnie.
"Hingga saat ini, disfungsi tersebut terus berlanjut. Kita terus-menerus mempersenjatai musuh, terutama akibat buruknya sistem perhitungan senjata dan alat militer. Meski terdapat sejumlah bukti kelalaian pengiriman senjata yang berkontribusi pada berkembangnya kekacauan di beberapa wilayah, pemerintahan Obama terus mengirimkan senjata berkekuatan yang lebih besar untuk disebarkan di Timur Tengah," tulis Bonnie.
Dari sudut pandangnya, jika terus mengikuti skenario ini, sulit mengharapkan bahwa dalam waktu dekat siklus yang berbahaya tersebut dapat diputuskan, hal ini berdampak pada destabilitasi di Timur Tengah.
'Kelalaian' ini bukanlah hal yang baru, kata sang penulis melanjutkan. Pada 2014, sekitar 200 ribu unit senjata kecil yang merupakan 43 persen dari total pasokan AS ke Afganistan pada tahun itu salah dicatat dan dinyatakan hilang. Pada 2009, di atas tubuh sejumlah anggota kelompok Taliban yang tewas ditemukan senjata buatan Amerika. Kemudian pada 2007, terjadi 'kehilangan' sekitar 190 ribu unit senjata yang dipasok ke Irak.
Label:
Berita Utama
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
Tidak ada komentar